Pemprov DKI Jakarta Kaji Kenaikan Tarif TransJakarta Imbas Pemotongan DBH

Liputan Harian – Pemprov DKI Jakarta sedang meninjau kemungkinan kenaikan tarif TransJakarta. Kajian ini muncul karena pemerintah pusat memotong Dana Bagi Hasil (DBH), yang langsung memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menekankan bahwa Pemprov DKI ingin menjaga kelangsungan layanan transportasi publik yang menjadi tulang punggung mobilitas warga ibu kota.
Pemprov DKI menetapkan tarif TransJakarta Rp 3.500 sejak 2005, dan hingga kini tarif ini tetap berlaku. Dalam kurun waktu hampir dua dekade, inflasi dan biaya operasional meningkat sehingga tarif lama tidak lagi mencerminkan kebutuhan operasional. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menjelaskan bahwa penyesuaian tarif akan membantu menjaga kualitas layanan dan memastikan bus tetap beroperasi optimal.
Selain itu, pemotongan DBH menambah tekanan finansial terhadap Pemprov DKI. Dana ini sebelumnya mendukung berbagai layanan publik, termasuk transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Karena dana berkurang, Pemprov DKI perlu menemukan skema pendanaan alternatif tanpa mengurangi layanan dasar bagi warga.
Sejarah Tarif dan Perkembangan TransJakarta
TransJakarta mulai beroperasi pada 2004 dengan tujuan menjadi transportasi publik cepat, nyaman, dan terjangkau. Pemprov DKI menetapkan tarif awal Rp 2.000, yang kemudian naik menjadi Rp 3.500 pada 2005. TransJakarta kini telah menambah rute, armada, dan fasilitas pendukung seperti halte modern dan bus listrik.
Perkembangan ini meningkatkan biaya operasional, termasuk bahan bakar, pemeliharaan armada, dan upah karyawan. Dengan biaya yang semakin tinggi, tarif lama tidak lagi cukup menutupi pengeluaran. Oleh karena itu, kajian kenaikan tarif menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan sistem transportasi publik.
Dampak Pemotongan DBH terhadap APBD
Pemerintah pusat memangkas DBH, sehingga APBD DKI Jakarta 2026 diproyeksikan turun menjadi Rp 79 triliun. Gubernur Pramono Anung menjelaskan bahwa pemotongan hampir Rp 15 triliun ini berdampak pada transportasi, program pembangunan, pendidikan, dan layanan publik lainnya.
Akibatnya, Pemprov DKI harus melakukan efisiensi anggaran dan memprioritaskan pengeluaran untuk layanan publik paling kritis. Kenaikan tarif TransJakarta menjadi salah satu solusi strategis untuk menutupi kekurangan dana sekaligus menjaga kualitas layanan.
Analisis Ekonomi Kenaikan Tarif TransJakarta
Kenaikan tarif transportasi publik selalu memengaruhi masyarakat, tetapi secara ekonomi langkah ini membantu menjaga keberlanjutan sistem. Biaya operasional meningkat karena inflasi, bahan bakar, pemeliharaan armada, dan upah karyawan, sehingga tarif lama tidak cukup menutupi pengeluaran.
Jika Pemprov DKI menaikkan tarif dari Rp 3.500 menjadi Rp 5.000, proyeksi pendapatan tambahan dari 1,2 juta penumpang per hari mencapai Rp 1,8 miliar per hari. Pendapatan ini bisa menutupi sebagian pemotongan DBH dan menjaga kualitas layanan.
Kenaikan tarif juga mendorong efisiensi internal, termasuk optimasi rute, pengurangan biaya operasional yang tidak perlu, dan penerapan teknologi manajemen armada.
Langkah-Langkah Strategis Pemprov DKI
Pemprov DKI mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mencari pendanaan alternatif. Strategi yang dipertimbangkan antara lain:
-
Kemitraan Strategis: Pemprov DKI bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk mendukung pengembangan transportasi publik.
-
Optimasi Sumber Pendapatan: Pemprov DKI memanfaatkan lahan, iklan di bus dan halte, serta layanan tambahan untuk meningkatkan pendapatan.
-
Efisiensi Anggaran: Pemprov DKI meninjau penggunaan dana operasional agar lebih tepat sasaran.
-
Inovasi Teknologi: Pemprov DKI menerapkan sistem manajemen armada berbasis digital untuk mengurangi biaya dan meningkatkan layanan.
Gubernur Pramono Anung menegaskan bahwa setiap langkah dilakukan hati-hati agar tidak memberatkan masyarakat, khususnya pengguna transportasi publik berpenghasilan menengah ke bawah.
Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat
Kenaikan tarif transportasi publik selalu menjadi perhatian masyarakat. Pemprov DKI menyiapkan kebijakan kompensasi, misalnya subsidi bagi pengguna tertentu atau kartu transportasi terjangkau untuk pelajar dan pekerja berpenghasilan rendah.
Dari sisi ekonomi, kenaikan tarif bisa mendorong efisiensi penggunaan kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan. Dengan tarif realistis, kualitas layanan tetap terjaga, sehingga warga lebih tertarik menggunakan transportasi publik.
Kesimpulan
Kajian kenaikan tarif TransJakarta menunjukkan langkah strategis Pemprov DKI untuk menghadapi pemotongan DBH dan menjaga keberlanjutan transportasi publik. Analisis ekonomi mendalam, langkah efisiensi, dan kompensasi sosial memastikan kebijakan ini memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa menimbulkan beban berlebihan. Kebijakan ini menunjukkan komitmen Pemprov DKI dalam menyediakan layanan publik berkualitas, transparan, dan berkelanjutan.